Arabia: Tamasya Filosofis ke Sejarah Kuno (IV)

Bapak-bapak/Ibu-ibu/Adik-adik dan semua mahasiswa di mana saja berada baik Muslim maupun non-Muslim. Masih berlanjut pada Jum’at ini diskusi kita masih tentang ARABIA. Buku karangan Martin Lings (Abu Bakr Siraj al-Din) yang berjudul Muhammad; Based on the Earliest Sources, terj. Qomaruddin SF (Jakarta: Serambi, 2017) semakin enak dibaca, semakin menarik perhatian kita pada kisah hidup Nabi Muhammad tercinta. Tujuan saya di sini lebih untuk  memperkuat kebenaran isi ceramah-ceramah terkait sejarah Nabi oleh para kyai/da’i dengan data-data sejarah sejauh yang dibaca dalam buku Martin Lings dan ini sangat berguna secara implikatif bagi adik-adik kawula muda agar jangan terlibat korupsi nanti setelah menjadi PNS atau pejabat. Kisah hidup Nabi Muhammad itu penuh bukti factual, kuburannya bisa dilihat, bangunan-bangunan bersejarah masih bisa dilihat di Mekah, sejarahnya bisa dicek ke negara tetangga Romawi dan Persia. Di bandingkan dengan kisah para Nabi yang lain yang hanya diceritakan lewat kitab-kitab suci, sejarah Nabi Muhammad kata para Orientalis sangat terang benderang. Lalu apa yang menarik bagi saya setelah membaca buku Martin Lings ini hampir 100 halaman? Apa bukti-bukti sejarah, bukti-bukti peninggalan masa lampau yang bisa memperkuat kebenaran untuk hari ini? apa bukti sejarah adanya hubungan tawhidiyah antara Yahudi, Kristen dan Islam yang diceritakan dalam buku tersebut? Bagaimana hikmahnya? Mari kita bahas.

Pertama, diceritakan sebelumnya bahwa dahulu ada 3 patung berhala terkenal: Latta, Uzzah dan Manaath. Ketiganya rupanya jauh terletak di luar Mekah, bukan dekat Ka’bah sebagaimana saya dengar dari guru SD dulu. Latta terletak di daerah dingin Thaif (90 km arah Timur Mekkah, sedangkan patung Uzzah terletak di Selatan Mekkah, sekitar 1 hari perjalanan onta, dan patung Manaath terletak di Qudayd di Laut Merah 70 km arah Barat Mekkah. Sementara di dalam Ka’bah terdapat patung Hubal sebagai komandan para berhala. dan di sekitar Mekkah dikatakan terdapat 360 patung-patung kecil-kecil. Seandainya anda sedang berdiri di Mekkah sekarang, coba bayangkan dalam kepala anda keberadaan ratusan patung berhala tersebut, dan itulah anti-thesis risalah Muhammad yang dulu dihadapinya. Patung tak lebih dari pada benda mati, tetapi ia adalah simbol dari keyakinan yang sangat kuat dalam dada banyak orang. Tugas berat Nabi Muhammad bukan merobohkan patung tetapi merobohkan “keyakinan” orang pada patung.

Selain keberadaan banyak patung berhala, juga diceritakan terdapat beberapa pasar. Pasar Ukkaz adalah juga tempat berkumpul para penziarah Ka’bah serta para ahli sya’ir yang datang dari berbagai tempat sekitar Arabia. Suku Quraysh dikatakan bertanggung jawab memberi minum mereka. Selain Ukkaz ada juga pasar bernama Majannah dan Dzul Majaz. Diceritakan dalam sebuah Hadis bahwa Nabi suatu kali pernah akan berhutang di pasar kepada seorang pedagang Yahudi, dan si Yahudi tersebut meragukan Muhammad apakah bisa nanti membayar hutangnya. Nabi dalam sebuah Hadis mengatakan: ‘Apakah kamu tak percaya dengan janji (hutang) seorang Rasul Allah?’  Disebutkan juga bahwa komoditi yang diperdagangkan di pasar-pasar tersebut antara lain rempah-rempah dari Timur, sutera dan sudah pasti juga porselen China (piring, gelas, mangkok), sehingga membuat Nabi kagum dengan produk China dan bahkan akhirnya menyuruh orang-orang Islam agar mau menuntut ilmu ke China. Artinya kota Mekkah telah mempunyai kontak dagang dengan dunia luar sejak dulu, sehingga Cak Nur menyebut Nabi Muhammad itu ‘orang kota’, sementara guru saya menyebut Nabi Muhammad tak pandai tulis baca (‘Ummi). Apakah anda percaya dengan guru saya? Mengapa dagangan Khodijah (janda kaya) dulu bisa beruntung bagi pemuda Muhammad? Kalau benar dia ‘Ummi dalam arti tak pandai membaca, bagaimana cara dia betransaksi dengan pembeli agar ada laba? Modal berapa, jual berapa?  Bagaimana dia bisa membedakan antara uang dinar dan dirham? Ternyata benar kata sejarawan bahwa sejarah factual (realite) berbeda dengan sejarah yang dituliskan (ecrire). Leher saya pernah dicekik oleh Rektor saya alm. Prof. Dr. Chatib Quzwain pada tahun 1995, usai saya pulang dari McGill, karena kami berdua terlibat debat sengit tentang konsep ‘Ummi di kampus IAIN Jambi tercinta dan orang-orang tak ada yang melihat kami, meskipun Rektor saya itu juga bekas muridnya Prof. Harun Nasution di Ciputat.

Dikatakan juga dalam buku Maartin Lings bahwa Ka’bah itu tempat suci yang ramai dikunjungi setiap tahun oleh para pedagang yang sekaligus memperdagangkan komoditinya di sekitar Ka’bah. Unta-unta diikat, bos majikan pergi tawaf ala mereka, barang dagangan dipajang dan para budak menjaganya. Praktek Riba merajalela. Hanya saja bangunan Ka’bah, warisan Nabi Ibrahim itu dikatakan dulu terbuka bagian atapnya, Sebagian dindingnya sudah runtuh-runtuh, ia berbeda dengan di zaman sekarang yang tinggi, besar, gagah, tertutup dan memakai kiswah (belederu hitam) setelah dimandikan/disiram oleh Raja Saudi setiap awal musim haji tiba.

Di segi lain nampak adanya tali hubungan primordial tawhidiyah (monotheistic). Martin Lings yang dulunya beragama Kristen ini sering menceritakan dalam bukunya tersebut bahwa antara Yahudi, Kristen dan Islam awalnya sama-sama bertolak dari keyakinan atas adanya Zat Yang Maha Esa. Yahudi yakin dengan Yang Esa, dan mereka benci dengan orang Arab yang menyembah berhala di sekitar Ka’bah. Kristen juga yakin dengan Zat yang Esa. Dan Islam datang kemudian memperkuat keyakinan serupa. Ketiga agama tersebut dalam Kitab2 Suci mereka menekankan tawhid (Mengesakan Tuhan). Maka bila terjadi penyimpangan di belakang hari, yakin adanya Tuhan lebih dari satu, maka umatnya seharusnya kini berpikir ulang, antara lain karena tidak sesuai dengan sejarah faktual semula.

Sejarah juga menyebutkan bahwa Paman Khadijah yang bernama Waraqah adalah seorang Kristen yang memang sempat membaca dalam Injil adanya ayat yang menyatakan bahwa akan datang seorang Rasul bernama Ahmad. Dalam hatinya bertanya, apakah orang yang diceritakan oleh Khadijah itu yang dijanjikan dalam kitab suci mereka? Berbagai bukti empiric dilihatnya memang menguatkan bukti-bukti tersebut dan Waraqah akhirnya yakin.  Kesaksian Waraqah semacam itu bagi kita yang hidup di zaman modern sangat siginifikan, sangat berarti, sebab kita selama ini lebih banyak disuguhi kisah Nabi lewat ceramah-ceramah dan lewat cerita guru ngaji dan guru-guru agama di sekolah. Sekarang bukti-bukti faktual dapat disaksikan secara kasat mata antara lain terlihat kuburannya masih terjaga rapi. Dalam hal bukti-bukti faktual tentang sejarah Nabi Muhammad, mungkin sejarawan lebih yakin dari pada kita berdasarkan data, tetapi dalam hal keyakinan tentang apakah benar isi Risalah Muhammad ya tunggu dulu.  Mereka yakin dengan data sejarah Muhammad, tetapi ragu tentang isi ajaran Muhammad. Berbeda dengan kebanyakan kita, kita yakin dalam dada dengan kebenaran risalah Muhammad, tetapi kurang mengenal data-data faktual tentang Muhammad. Keyakinan mereka berdasarkan data ilmiah, keyakinan kita berdasarkan ‘aqidah apalagi belum pernah pergi ke Mekkah. Mereka yakin dengan Muhammad karena data sejarah tak terbantahkan, kita yakin dengan Muhammad karena kata-kata guru/kata ustadz/kata kiyai/kata buya tak terbantahkan. Ini artinya aqidah kita tumbuh dalam tradisi dan dibentengi oleh tradisi, bila aqidah kurang membudaya maka boleh jadi nanti rapuh kena korupsi.

Kesimpulan

Ada generalisasi yang dapat dilihat dari rangkaian kisah historis di atas. Terasa sekali pengaruh filsafat Hegel dalam sejarah yang diceritakan oleh Martin Lings. Roh Absolut menampakkan dirinya dalam sejarah dengan cara mengalienasi dirinya. Tatkala menceritakannya, Martin Lings tidak menyadari dirinya telah ikut berperan. Sejarah tentang pasar, tentang patung-patung, tentang Ka’bah dan keyakinan monotheistic oleh 3 agama Yahudi, Kristen dan Islam diceritakan dalam proses yang terus mengalienasi diri dan Martin Lings berdiri di luar sana. Sedangkan saya berusaha membawanya kepada kehidupan eksistensial, saya sadar bahwa saya terlibat dalam menceritakan sejarah ini. Mudah-mudahan bermanfaat bagi anda.   

Significance of Issue

Apa hikmahnya? Apa pelajaran yang bisa dipetik?

Pertama, rupanya pengetahuan kita tentang sejarah Nabi Muhammad selama di bangku sekolah adalah hasil cerita ulang guru dari al-Qur’an, Hadis, dari kitab-kitab kuning dan dari ceramah-ceramah di langgar dan masjid yang sudah mentradisi: bukan dari hasil data yang telah diverifikasi, bukan data yang digali dari dalam tanah, dari reruntuhan bangunan klasik, yang diperiksa di laboratorium. Maka sekarang kontribusi ilmiah para sarjana non-Muslim itu PERLU bagi kita, bukan untuk diragukan tetapi untuk memperkuat keyakinan di dada kita sejauh ia kontributif. Apakah mereka masih meragukan kebenaran risalah Muhammad? itu urusan lain. Yang pasti mereka bisa memegang data, bisa presentasi di forum-forum ilmiah, umumnya Islamisist lancar membaca kitab-kitab klasik berbahasa Arab, Persia, Inggris, Urdu, Ibrani, Indonesia, tetapi kita mayoritas mungkin hanya bisa baca kitab bahasa Arab, Inggris dan Indonesia. Kita meyakini di dada sebagai ‘aqidah, mereka meyakini di kepala sebagai ilmiah. Contoh, dosen saya di Canada bilamana dia mendengar adanya berita temuan baru tentang sekeping bukti sejarah/artefak di Timur Tengah, di Arabia, di Mesir, maupun di Israel, dia langsung beli tiket dan terbang ke sana untuk mengambil data langsung di tempat, memfoto dan kemudian menyajikan presentasi limiahnya di berbagai universitas di dunia. Mungkin kita tak sanggup seperti mereka sebab biaya penelitiannya mahal.

Kedua, sebagaimana dikatakan di atas, tugas berat Nabi bukanlah merobohkan patung-patung tetapi merobohkan keyakinan banyak orang pada patung-patung. Keyakinan yang sudah membudaya. Bila ditarik ke zaman kita, tugas berat Presiden bukanlah menyita uang hasil korupsi triliunan rupiah tetapi mengikis habis budaya koruptif. Budaya koruptif yang sudah akut mengakar dalam semua lini kementerian. Budaya koruptif tersebut ibarat keyakinan orang dulu pada patung-patung sekitar Mekah. Suksesnya Nabi Muhammad karena dia mengikis keyakinan pada patung diiringi dengan satu suara antara ucapan dan perbuatannya dan orang-orang akhirnya percaya. Gagalnya pengikisan korupsi di negeri kita oleh pimpinan karena boleh jadi karena TAK satu suara antara ucapan dan perbuatannya, sekalipun ia Menteri Agama yang semula telah mendapat rekomendasi dari banyak kyai-kyai sepuh NU. Kisah pilu juga dialami oleh Gubernur Riau Abdul Wahid kena OTT KPK dan Ustadz Abdul Somad sebelumnya juga telah memberi rekomendasi. Akhirnya banyak orang tak percaya meskipun mereka semua umat Nabi. Dan sekarang apakah boleh kita khawatir kalua-kalau hutang kereta cepat Whoosh akan ditalangi dengan meredam korupsi lama dengan baju baru ‘restrukturisasi’? Dalam bahasa Arab hutang akan dibawa kepada apa yang disebut dengan ‘Illa maa qad salaf’. Adik-adik kawula muda apakah ingin membarantas korupsi setelah menjadi PNS? Mungkin sulit, sebab anda kini bisa idealis di kampus, tetapi nanti boleh jadi pragmatis di luar kampus, “patung berhala koruptif ada di mana-dimana”. Kita butuh pemimpin yang satu suara antara ucapan dan perbuatannya. Mungkinkah anda nanti orangnya? Tanyai hati sanubari anda, tanya sendiri, jawab sendiri! Sekian dulu pembaca budiman, terimakasih sudah membaca. Mohon maaf bila ada salah kata. Jum’at depan insyaallah kita akan pindah pada topik lain.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *